Senin, 05 Mei 2014

Pameran Seni Rupa PAGER MIRING

Pembukaan:
Hari/Tanggal: Selasa, 6 Mei  2014
Pukul: 19.30 WIB

Pesta Sastra Mangunwijaya:
Hari/Tgl.: Sabtu, 10 Mei 2014
Pukul: 19.00 WIB

Tempat: Bentara Budaya Yogyakarta, Jln. Suroto No.2, Kotabaru, Telp. 0274-560404
Pameran berlangsung: 06 – 11 Mei  2014

Dalam rangka memperingati lima belas tahun wafatnya YB Mangunwijaya, ASA Art Management bekerja sama dengan Bentara Budaya Yogyakarta, Yayasan Dinamika Edukasi Dasar Mangunan menyelenggaran Pameran Seni Rupa PAGER MIRING dan Pesta Sastra Mangunwijaya. Dua puluh tujuh perupa terlibat dalam pameran Pager Miring. Buah-buah pemikirannya yang unik dan cerdas perlu dipahami secara lebih mendalam, terutama oleh generasi muda agar sanggup mewarisi ”spiritualitas Mangunwijaya, yakni spiritual yang peduli terhadap sesama dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Dua puluh tujuh perupa terlibat dalam pameran Pager Miring. Acara ini bukan hendak mengkultuskan sosok YB Mangunwijaya, tapi lebih ingin menjelajah pemikirannya dengan memvisualkan lewat karya seni. Mereka antara lain, AB Dwiantoro, Agus Yulianta, Ahmad Santoso, Ambar Pranasmara, Andy Miswandi, Barnabas, Budiyana, Deforestasi, Djoko Pekik, Greg Susanto, Lany Andriani, Made Toris, Mujiharjo, Ouda Teda Ena, Remis, S. Teddy D., Stevan Buana, dan Yundhi Pra.

Judul “Pager Miring” diambil dari kata-kata (alm) YB. Mangunwijaya. Sebagai seorang imam dan budayawan, YBM mempunyai pemikiran yang cerdas dan unik. Ia dilahirkan dengan multi talenta. Selain sebagai seorang arsitek, ia juga seorang sastrawan dan pendidik. Target YBM bekerja di luar institusi gereja bukan bertambahnya jumlah umat Katolik, melainkan mengangkat harkat dan martabat manusia (nguwongke uwong/memanusiakan manusia) siapa pun mereka, tidak memandang suku, agama, dan ras. Mangunwijaya adalah sosok yang anti terhadap kekerasan, penindasan pun pula ketidak-adilan. Dalam rekam jejak Mangunwijaya juga membangun hubungan komunikasi yang harmonis dengan beberapa tokoh lintas agama. Beliau membangun persahabatan yg erat dengan Gus Dur sebagai seorang pluralis, juga dengan BJ Habibi, Gedong Oka dan masih banyak lagi. Beliau juga peduli pada kaum papa yang termarginalkan secara politik, pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya tanpa tendesi apa pun selain berangkat dari niat tulus dan kasih tanpa harus “membabtis” mereka menjadi Katolik. Itulah wanti-wanti beliau kepada para penerusnya. Biarkan mereka tetap hidup dalam keyakinan yang menjadi spirit mereka, sebab kemanusiaan memang tidak membedakan agama, suku, dan apapun juga. Kemanusian adalah KEMANUSIAAN.