Suara Daun, Suara Hati
Tanggal 3 – 12 Juni 2011 di Bentara Budaya Yogyakarta.
S. Sarwoko dan Widoyo, dua karib dari lembah Menoreh alumni ISI Yogyakarta, ini mencoba mengeksplorasi gelap terang dalam karya-karya mereka. Sarwoko secara riil menerapkan teknik gelap yang cenderung bergaya surealis, sedangkan Widoyo menggarap kegelapan dalam kehidupan ini yang disimbolkannya dalam bentuk celeng atau babi hutan.
Memandang karya Sarwoko kita diajak mengembara dalam dunia maya yang dipenuhi dengan daun-daun jati. Daun jati mempunyai karakter yang bermacam-macam, mulai dari tunas daun sampai menjadi daun kering yang masing-masing mempunyai bentuk dan teksture, dan artistik yang berbeda. Di tangan Sarwoko daun jati kering yang dianggap sampah oleh sebagian masyarakat menjadi sebuah karya yang imajiner. Dia menyusun dan memadukan obyek-obyek lain dalam pusaran daun jati ini menjadi sebuah kesatuan bentuk imajiner seperti perahu pinisi, dinosaurus, burung purba, dan lain sebagainya.
Sedangkan Widoyo dengan gaya simbolisnya mencoba mengajak kita untuk melihat kenyataan bahwa di sekitar kita telah terjadi kebusukan moral pada sebagain elite bangsa ini. Widoyopun melukiskan situasi dan kondisi itu dalam wujud celeng-celeng. Digambarkannya, celeng yang telah beranak pinak itu menyebar di seluruh dunia, menjarah di berbagai wilayah termasuk di Indonesia, kemudian para celeng itu selalu mengincar dan merayu orang-orang jujur yang sedang bermeditasi agar supaya batal, sehingga ikut menjadi celeng.
Sumber : Bentara Budaya Yogyakarta